PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Seiring perkembangan zaman ,tentu kebutuhan terhadap manusia bertambah oleh
karena itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan.
Perubahan yang secara umum terjadi pada perekonomian yang dialami suatu negara
seperti inflasi ,pengangguran , kesempatan kerja, hasil produksi,dan
sebagainya. Jika hal ini ditangani dengan tepat maka suatu negara mengalami
keadaan ekonomi yang stabil, mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk yang
ada negara tersebut.
Sudah hampir 66 tahun Indonesia merdeka. Akan tetapi kondisi perekonomian
Indonesia tidak juga membaik. Masih terdapat ketimpangan ekonomi, tingkat
kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita yang masih
rendah. Untuk dapat memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia, kita perlu
mempelajari sejarah tentang perekonomian Indonesia dari masa penjajahan, orde
lama, orde baru hingga masa reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita
dapat mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil
pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat
memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada.
Dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang perkembangan perokonomian
Indonesia dari masa ke masa, mulai dari masa penjajahan, orde lama, orde baru
serta reformasi.
1.2 PERUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka rumusan masalah yang dikaji
dalam pembuatan makalah ini difokuskan tentang Perkembangan Perekonomian
Indonesia. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut
:
- Bagaimana perkembangan perokonomian Indonesia hingga saat ini ?
1.3 TUJUAN
Untuk
memberikan suatu wawasan dan pengetahuan mengenai sejarah perekonomian
Indonesia, dan agar lebih memahami perkembangan ekonomi di Indonesia secara
luas. Selain itu, makalah ini dibuat sebagai bahan penyelesaian tugas makalah
mata kuliah softskill mengenai Perekonomian Indonesia.
PEMBAHASAN
2.1 PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA
PENJAJAHAN
Sebelum
merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa
periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis,
Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam
di Indonesia karena diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa
selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa
hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia pada masa penjajahan,
berikut adalah penjelasannya :
2.2 MASA PENDUDUKAN BELANDA
Pada
masa penjajahan,Indonesia menerapkan system perekonomian monopolis. Dimana
setiap kegiatan perekonomian dijalankan sesuai dengan penguasa perdagangan
Indonesia saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia
pada saat itu, disini VOC menerapkan peraturan dan strategi agar mereka tetap
menguasai perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang diterapkan VOC
seperti kewajiban menyerahkan hasil bumi pada VOC dan pajak hasil bumi yang
dirancang untuk mendukung monopoli tersebut. Untuk mempermudah aksinya di
Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi,antara lain meliputi:
- Hak mencetak uang
- Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
- Hak menyatakan perang dan damai
- Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
- Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Disamping
itu VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah agar tetapa tinggi.antara lain
dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah. Semua aturan itu
pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi VOC dari
pola pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan monopoli rempah-rempah, diharapkan
VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan
pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan kewajiban menanam
tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai
85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang hanya 1.050 metrik ton. Dan
pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan
Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain
disebabkan oleh :
- Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,terutama perang Diponegoro.
- Penggunaan tentara sewaan memebutuhkan biaya besar
- Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri
- Pembagian deviden kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
2.3 MASA PENDUDUKAN INGGRIS (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan
oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah
berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil
juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan menggunakan pajak tanah, maka
penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau
yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah
jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi
daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Akan tetapi, perubahan yang cukup
mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan
di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda.
Sebab-sebabnya antara lain :
- Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang
- Pegawai pengukur tanah dari inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
- Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena inggris tak mampu mengakui suksesi jabatan secara turun temurun.
2.4 MASA CULTUURSTELSEL (SISTEM TANAM
PAKSA)
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas
inisiatif Van Den Bosch. Yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi
yang permintaannya ada di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan
pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila,
tembakau, teh, kina, karet dan kelapa sawit. Sistem ini jelas
menekan penduduk pribumi, akan tetapi sangant menguntungkan bagi Belanda,
apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan
kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda
langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti sistem
landrent (pajak tanah) dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada
masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan
menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan
harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Bagi masyarakat pribumi, sudah
tentu cultuur stelstel sangat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan
kerja rodipun masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai
mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan
tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu
meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa
masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke
Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi
lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan
kegiatan ekonomi non agraris.
Dengan
menerapkan cultuur stelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah
dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan
tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa
perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar.
2.5 SISTEM EKONOMI PINTU TERBUKA
(LIBERAL)
Dengan adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan perubahan
nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia
Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Maka dibuatlah
peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan
tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang
boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas
dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
Keberadaan
pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang
mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat
pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
Prinsip
keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos
tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan
mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
Laissez faire
laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas,
pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
2.6 MASA PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya
ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai
akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan
impor. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang
diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
2.7 PEREKONOMIAN INDONESIA MASA ORDE
LAMA (1945 – 1966)
Pada awal kemerdekaan, pembangunan
ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi
barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan
luar negeri. Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih
berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk
mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas
nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan
keputusan politik.
Masa orde lama dimulai dari tanggal 17
Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu, keadaan ekonomi Indonesia
mengalami kegiatan produksi terhenti pada tingkat inflasi yang tinggi.
Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni pada
periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi
konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet
hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan
masalah-masalah sosial dan ekonomi yangterjadi pada saat itu. Selama periode
1950an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman kolonial,
struktur ini disebut dual society dimana struktur dualisme
menerapkandiskriminasi dalam setiap kebijakannya baik yang langsung maupun
tidak langsung. Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan
pada masa penjajahan Belanda. Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai
meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan
Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana
pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek
besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan
modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak
berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya
kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk.
Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan
pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya
konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana
revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa.
Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai
dekat dengan negara-negara komunis. Untuk lebih jelas nya berikut ini adalah
penjelasan terperinci nya.
2.8 MASA PASCA KEMERDEKAAN
(1945-1950)
Pada
masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain
disebabkan oleh :
–
Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari
satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata
uang De Javashe Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang
pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang
beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
- Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
- Kas Negara kosong
- Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
- Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.
- Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke, mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
- Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
- Pembentukan Planning Board (Badan
Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif. - Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2.9 MASA
DEMOKRASI LIBERAL (1950 – 1957)
Permasalah
ekonomi yang dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti sebelumnya.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya
pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan
pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif
dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini untuk
pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana
Urgensi Perekonomian (RUP). Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU No. 24 th 1951 dengan fungsi sebagai
bank sentral dan bank sirkulasi.
Sistem
ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
2.10 MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
(1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa
ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
- Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
- Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
- Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
2.11 MASA ORDE BARU (1966-1997)
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:
- REPELITA I (1967-1974)
Mulai
berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan
ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup
sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan
diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
- REPALITA II (1974-1979)
Target
pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah
sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam
negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah
menjadi bahan baku.
- REPALITA III (1979-1984)
Prioritas
tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian
menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku
menjadi bahan jadi.
- REPALITA IV (1984-1989)
Adalah
peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki
kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan
merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industri sendiri.
Jika
ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu
pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan
industri bertahap.
Kelebihan
Pada Masa Orde Baru :
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
- Sukses transmigrasi.
- Sukses KB.
- Sukses memerangi buta huruf.
- Sukses swasembada pangan.
- Pengangguran minimum.
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
- Sukses Gerakan Wajib Belajar.
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.
- Sukses keamanan dalam negeri.
- Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan
Orde Baru
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme.
- Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat.
- Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua.
- Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin).
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.
- Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel.
2.12 MASA REFORMASI
Pemerintahan
reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan
mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya
dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara
dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tahun 1998
merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat
krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah
yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan
mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar).
Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun
setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo
saat itu dan harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali
lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar dalam
bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan hutang swasta yang kemudian harus
dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari
International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi
US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang komersial swasta). Pemerintahan
reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian
presiden, antara lain yaitu :
- Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada
saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J
Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari
Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat
- Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
Pada
masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup
berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman
Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis
dan antar agama.
- Ibu Megawati (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
Masa
kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus
diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan
yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
- Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
- Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
- Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)
Masa
kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu :
- Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
- Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
- Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
- Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya.
- Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
Pada
tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International
Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti
agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk
berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa
kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah
penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara
lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil
kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga
semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa
negeri ini.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perekonomian
Indonesia sejak masa penjajahan, pemerintahan masa orde lama hingga masa
reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih jatuh
bangun. Hal itu dapat dilihat dari :
- Kemiskinan yang masih ada
- Pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja
- Maraknya para koruptor karena hukum di negeri ini kurang tegas (Indonesia termasuk dalam 5 terbesar Negara terkorup didunia)
- Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya
- Masih memiliki hutang ke luar negeri
DAFTAR
PUSTAKA
Dumairy, Perekonomian
Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1996.