Jumat, 29 April 2016

Penggelapan Pajak




Penggelapan pajak adalah tndak pidana karena merupakan rekayasa pelaku dan transaksi pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum, dan penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat pada setiap system pajak yang berlaku dihampir setiap yurisdikdi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara. Dengan pajak, pemerintah mampu membiayai pembangunan disetiap daerah. Dan dengan pajak pula, pemerintah dapat menggaji pegawai negeri yang bekerja untuk mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu, hal penggelapan pajak ini menjadi masalah yang cukup serius yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Tetapi hingga saat ini baru sedikit kasus penggelapan pajak yang terungkap. Dan kami para masyarakat Indonesia berharap agar pemerintah dapat memberantas para pelaku penggelapan pajak agar masyarakat menjadi lebih sejahtera.


Contoh Kasus Penggelapan Pajak
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). 

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeledahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.

Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.

Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.


Peraturan Perundang-undangan Tentang Penggelapan Pajak
  • Pasal 38 yang berisi tentang perbuatan alpa dalam pidana pajak, tidak menyiapkan SPT, menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara. Maka akan dikenakan hukuman pidana penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal dua kalipajak yang terutang atau yang kurang dibyarkan.
  • Pasal 39 (1), perbuatan tidak sengaja seperti: tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan SPT, menolak untuk dilakukkan pemeriksaan, memperlihatkan pembukuan palsu, tidak memperlihatkan pembukuan, tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi Pendapatan Negara, maka akan dikenakan sanksi pidana penjara selam 6 bulan dan masimal 6 tahun, serta denda 2 kali dan maksimal 4 kali jumlah pajak yang terutang/ kurang dibayarkan.
  • Pasal 41A: tidak memberikan keterangan/bukti, apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publi, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, atau pihak ketiga lainnya, yang terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyelidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Direktorat Jendral Pajak, maka pihak pihak tersebut wajib memberikan keterangan/bukti yang diminta. Dan jika melanggar maka akan dikenakan kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp. 25.000.000.
  • Pasal 41B; menghalangi/mempersulit penyelidikan, dan bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak podana akan dikenakan hukuman pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 75.000.000.
  • Pasal 36A, setiap pegawai pajak yang terbukti melakukkan pemerasan dan pengancaman kepada WP, menguntungkan diri sendiri, maka akan diancam dengan pidana pasal 368 KUHP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar